Senin, 22 Agustus 2011

Hari ini aku menunggu-Mu, Tuhan


“Hari ini aku menunggu, Tuhan,
menunggu keajaiban yang akan Engkau lakukan,
menunggu kemuliaan yang telah Engkau janjikan.
Entah apa bentuknya, namun aku percaya…
ada keajaiban setiap hari”

Sejak awal aku tahu bahwa aku dapat berpikir, aku berpikir bahwa  pikirankulah yang mengendalikan seluruh hidupku Bahkan ketika masuk sekolah, aku pikir, aku dapat mengendalikan nilai berapa yang ada di kertas ujianku. Apabila nilai ujianku tidak seperti yang aku mau, artinya aku gagal mengendalikannya. Apabila aku mengerjakan sesuatu, aku mengerjakannya dengan tanganku. Jika bagus, akulah yang patut dipuji dan jika jelek, berarti pekerjaanku tidak sempurna.

Suatu ketika, saat aku membaca suatu ayat Firman dalam Roma 8:28, “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah…” aku berpikir, benarkah Engkau bekerja dalam segala sesuatu? Bagaimana dengan hal-hal buruk yang terjadi dalam hidupku, apakah Engkau juga turut bekerja bahkan menjadi dalang-Nya?

Aku pikir, kalau Allah turut bekerja, pasti segala sesuatu baik, enak, dan tidak akan ada masalah yang berarti. Tapi ternyata bukan disini intinya. Intinya bukanlah kebaikan atau keburukan, tetapi apakah kita mengasihi Allah? Karena segala sesuatu akan mendatangkan kebaikan bagi yang mengasihi Dia. Hanya bagi yang mengasihi Dia. Lalu bagaimana dengan yang tidak mengasihi Dia?

Baik. Sebelum kita memahami tentang akibat bagi yang mengasihi Dia dan yang tidak mengasihi Dia, mari kita renungkan lebih dalam lagi tentang “mengasihi Dia”. Dapatkah kita mengasihi orang yang belum pernah kita kenal? Saya secara pribadi, tidak dapat. Maka, untuk dapat mengasihi, mari kita kenal siapa yang akan kita kasihi itu. Ada sebuah ayat yang menggambarkan tentang pengenalan akan Allah:

Hikmat berseru nyaring di jalan-jalan, di lapangan-lapangan ia memperdengarkan suaranya, di atas tembok-tembok ia berseru-seru, di depan pintu-pintu gerbang kota ia mengucapkan kata-katanya. “Berapa lama lagi, hai orang yang tak berpengalaman, kamu masih cinta kepada keadaanmu itu, pencemooh masih gemar kepada cemooh, dan orang bebal benci kepada pengetahuan? Berpalinglah kamu kepada teguranku! Sesungguhnya, aku hendak mencurahkan isi hatiku kepadamu dan memberitahukan perkataanku kepadamu. Oleh karena kamu menolak ketika aku memanggil, dan tidak ada orang yang menghiraukan ketika aku mengulurkan tanganku, bahkan, kamu mengabaikan nasihatku, dan tidak mau menerima teguranku, bahkan kamu mengabaikan nasihatku, dan tidak mau menerima teguranku, maka aku juga akan menertawakan celakamu; aku akan berolok-olok, apabila kedahsyatan datang ke atasmu, apabila kedahsyatan datang ke atasmu seperti badai, dan celaka melanda kamu seperti angin puyuh, apabila kesukaran dan kecemasan datang menimpa kamu. Pada waktu itu mereka akan berseru kepadaku, tetapi tidak akan kujawab, mereka akan bertekun mencari aku, tetapi tidak akan menemukan aku. Oleh karena mereka benci kepada pengetahuan dan tidak memilih untuk takut akan Tuhan, tidak mau menerima nasihatku, tetapi menolak segala teguranku, maka mereka akan memakan buah perbuatan mereka, dan menjadi kenyang oleh rencana mereka. Sebab orang yang tidak berpengalaman akan dibunuh oleh keenganannya, dan orang bebal akan dibinasakan oleh kelalaiannya. Tetapi siapa mendengarkan aku, ia akan tinggal dengan aman, dan terlindung dari pada kedahsyatan malapetaka.” (Amsal 1:20-33)

Sebelumnya, mari kita mengerti siapakah “hikmat” yang dimaksud dalam pembacaan di atas. Dikatakan dalam Amsal 8:23, “Sudah pada zaman purbakala aku (hikmat) dibentuk, pada mula pertama, sebelum bumi ada.” Mari lihat pada awal pembentukan bumi, siapakah yang ada disana? “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air” (Kejadian 1:1-2). Lihat pula dalam Yohanes 1:1, “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.”

Jadi, yang dimaksud dengan hikmat di atas adalah Firman Allah. Firman dalam hal ini, bukanlah sekedar sebuah buku bernama Alkitab yang berisi kata-kata, tetapi lebih daripada itu, yaitu tentang perkataan Firman dalam Alkitab yang kita alami secara pribadi dalam tuntunan Roh Kudus. Firman tidak bisa dipisahkan dengan perkerjaan Roh Kudus. Karena tanpa Roh Kudus, Firman adalah perkataan yang mati. Roh Kuduslah yang menghidupkan Firman dalam hati kita kemudian barulah terwujud melalui tindakan.

Kembali pada pengenalan akan Allah. Bagaimana cara mengenal seseorang? Berkomunikasi.
Nah, dalam pembacaan kita di atas, yang pertama kali mengajak berkomunikasi sebenarnya bukan kita, tetapi Allah sendiri melalui Roh Kudus di dalam hati kita:
“Hikmat berseru nyaring di jalan-jalan, di lapangan-lapangan ia memperdengarkan suaranya, di atas tembok-tembok ia berseru-seru, di depan pintu-pintu gerbang kota ia mengucapkan kata-katanya.”
 “…yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Roma 8:8)

Dialah yang memanggil kita. Dialah yang memulai untuk berkomunikasi. Apakah tujuannya mengajak kita berkomunikasi?
“Berapa lama lagi, hai orang yang tak berpengalaman, kamu masih cinta kepada keadaanmu itu, pencemooh masih gemar kepada cemooh, dan orang bebal benci kepada pengetahuan? Berpalinglah kamu kepada teguranku!”

Ia ingin kita memperoleh pengetahuan dan mengalami pengalaman bersama Tuhan. Ia ingin kita berpaling! Bila kita diajak berpaling, artinya kita sedang tersesat dan berjalan menuju sesuatu yang berbahaya tanpa kita sadari. Tahukah kita bahwa sebenarnya Tuhan adalah gembala dan kita adalah dombanya (Mazmur 23)? Ketika kita berjalan menurut yang kita pikirkan, menurut yang kita mau, siapakah sebenarnya gembala kita? Gembala kita adalah diri kita sendiri, dan ketika kita menuruti keinginan kita sendiri, kita sedang lenyap, seperti ada tertulis:
“dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.” (I Yohanes 2:17)

Lenyap menuju kepada kematian. Kematian yang dimaksud bukan hanya kematian kekal, melainkan juga kematian sekarang ini. Orang yang hidup tapi Rohnya mati, sukacitanya lenyap, damai sejahteranya lenyap. Terikat dengan dosa dan menjadi budak dosa. Maka, dengarkanlah teguran, dan berpalinglah, sekarang! Agar engkau tidak lenyap.

Lihat, bila kita berpaling, apa yang akan Allah berikan?
“Sesungguhnya, aku hendak mencurahkan isi hatiku kepadamu dan memberitahukan perkataanku kepadamu.”

Wow, kita bakal jadi tempat curhatnya Tuhan. Luar biasa! Kita diangkat menjadi sahabat-Nya. Siapa punya sahabat? Saya punya, dan dia sangat berharga untuk saya. Begitu dengan pula Tuhan. Siapa menjadi sahabat-Nya, berharga di mata-Nya.

Tetapi, lihat juga, apa akibat jika kita menolak teguran Allah.
“Oleh karena kamu menolak ketika aku memanggil, dan tidak ada orang yang menghiraukan ketika aku mengulurkan tanganku, bahkan, kamu mengabaikan nasihatku, dan tidak mau menerima teguranku, bahkan kamu mengabaikan nasihatku, dan tidak mau menerima teguranku, maka aku juga akan menertawakan celakamu; aku akan berolok-olok, apabila kedahsyatan datang ke atasmu, apabila kedahsyatan datang ke atasmu seperti badai, dan celaka melanda kamu seperti angin puyuh, apabila kesukaran dan kecemasan datang menimpa kamu. Pada waktu itu mereka akan berseru kepadaku, tetapi tidak akan kujawab, mereka akan bertekun mencari aku, tetapi tidak akan menemukan aku.”

Bila orang menolak teguran Allah, Allah tidak bertanggung jawab apabila celaka menimpanya. Bahkan Allah tidak akan mendengar seruannya.
“Oleh karena mereka benci kepada pengetahuan dan tidak memilih untuk takut akan Tuhan, tidak mau menerima nasihatku, tetapi menolak segala teguranku, maka mereka akan memakan buah perbuatan mereka, dan menjadi kenyang oleh rencana mereka.”
Inilah intinya penolakan itu: tidak memilih untuk takut akan Tuhan. Jadi, ternyata takut akan Tuhan adalah PILIHAN. Jika kita menghadapi hal yang buruk dalam hidup kita, kita dapat memilih, percaya kepada Tuhan atau pahit hati terhadap Tuhan? Bila kita memilih untuk berserah kepada Tuhan dan percaya bahwa hal buruk itu nanti akan mendatangkan kebaikan, maka kita akan berproses dengan Tuhan. Proses itu bisa lama, bisa cepat, tergantung waktu Tuhan dan tergantung penyerahan diri kita kepada-Nya.

Ketika Bangsa Israel berjalan ke Kanaan, sebenarnya Kanaan sudah di depan mata, tetapi karena mereka memilih tidak takut akan Tuhan, mereka bersungut-sungut, maka mereka dibuat Tuhan berputar-putar selama 40 tahun:
“Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak Tuhan, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apakah yang ada dalam hatimu, yakni apakah engkau berpegang kepada perintah-Nya atau tidak.” (Ulangan 8:2)

Perjalanan bangsa Israel adalah atas kehendak Tuhan untuk merendahkan hati dan mencobai apakah yang ada di dalam hati bangsa Israel. Yang diproses adalah hati kita. 

Adakah kita percaya atau pahit hati?

Sungut-sungut/gerutu adalah salah satu tanda pahit hati. Apa hasilnya?
“Ketika Tuhan mendengar gerutumu itu, ia menjadi murka dan bersumpah: Tidak seorangpun dari antara orang-orang ini, angkatan yang jahat ini, akan melihat negeri yang baik, yang dengan sumpah Kujanjikan untuk memberikannya kepada nenek moyangmu, kecuali KALEB bin YEFUNE … dan YOSUA bin NUN… dan anak-anakmu yang kecil” (Ulangan 1:34-39).
Karena gerutu, semua orang Israel yang keluar dari tanah Mesir, tidak masuk ke tanah perjanjian, termasuk Musa. Hanya Kaleb dan Yosua, serta keturunan bangsa Israel yang masuk ke tanah perjanjian. Gerutu adalah tanda enggan atau bebal.

“Sebab orang yang tidak berpengalaman akan dibunuh oleh keenganannya, dan orang bebal akan dibinasakan oleh kelalaiannya.”

Jangan sampai, keengganan kita “membunuh” kesempatan kita untuk mengenal Tuhan lebih dalam. Jangan sampai kebebalan hati kita membuat kita lalai dan binasa. Tuhanlah yang pertama kali mengajak kita untuk berkomunikasi dengan kita, Dia ingin mengenalkan pribadi-Nya kepada kita. Supaya ketika kita kenal, kita percaya. Makin kenal, makin percaya. Makin percaya, makin mengasihi-Nya. Bahkan sekalipun Ia “diam”, kita tetap tahu, bahwa Ia mengasihi kita.

“Tetapi siapa mendengarkan aku, ia akan tinggal dengan aman, dan terlindung daripada kedahsyatan malapetaka.”

Lihat, betapa Tuhan ingin hati kita mendengarkan tuntunan-Nya. Semuanya bukan untuk Dia, tetapi untuk kita sendiri. Agar kita aman dan terlindung dari kedahsyatan malapetaka. Dia tahu, selama kita hidup, kita pasti akan menemui kedahsyatan malapetaka alias hal-hal yang buruk. Tapi bedanya, bagi orang yang mendengarkan Dia, tetap aman dan terlindung, tapi bagi yang tidak mendengarkan Dia, akibatnya tidak dilindungi. Maka malapetaka bebas menjamahnya.
Ia Gembala, Ia yang berjalan di depan kita bukan kita yang berjalan di depan Dia. Ketika Ia di depan kita,  ia ingin kita, domba-domba-Nya, mendengarkan suara-Nya dan mengikuti-Nya (Yohanes 10:4). Dia tahu, ketika kita bergantung pada kemampuan manusia (pikiran, perasaan, dan tekad), kita akan mudah sekali jatuh:

“Terkutuklah orang yang mengandalkan kekuatan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan hatinya menjauh dari pada Tuhan.” (Yeremia 17:5)

Bukalah hati, mendekat kepada Tuhan karena Ia sendiri menjanjikan berkat:
“Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan. Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, yang tidak akan mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetapi hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.” (Yeremia 17:7-8).
Bagi saya, membuka hati dan mendengarkan Tuhan, adalah menunggunya dari hari ke hari. Dari hari ke hari, Ia menyatakan pertolongan-Nya. Sampai hari ini aku berkata: Engkau telah menolongku sampai hari ini. Besok? Aku percaya, Engkau yang menuntun. Kadang Dia menuntun untuk berlari cepat, terkadang hanya berdiam diri. Doaku, aku hanya ingin mengenal-Nya lebih dalam dan selalu berada dekat dengan-Nya. Ketika aku dekat dengan-Nya, otomatis segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupanku mendatangkan kebaikan.

“Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari padanyalah keselamatanku. Hanya Dia gunung batuku, hanya Dia kota bentengku, aku tidak akan goyah selama-lamanya.” (Mazmur 62:1-2)
Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya.

PEMBANGUNAN HKI: BERMULA DARI “CRITICAL CONSCIOUSNESS AKAN PENTINGNYA HKI” BEREVOLUSI MENJADI “HKI MINDED”


Pembangunan HKI sebenarnya adalah proses evolusi, merupakan perubahan yang perlahan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Perubahan tersebut bermula dari consciousness  (kesadaran) akan pentingnya HKI dalam kehidupan masyarakat. Permulaan ini merupakan titik balik, dari konsepsi awal bahwa hasil pemikiran hanyalah suatu hasil dari proses berpikir yang tidak bernilai, menjadi konsepsi bahwa hasil pemikiran merupakan suatu kekayaan intelektual yang mempunyai nilai, baik nilai materil maupun imateril. Kekayaan intelektual serupa lautan yang semakin diselami, semakin bernilai yang Anda dapat. Di tahap sekian di bawah permukaan laut, Anda mendapatkan ikan, lebih dalam lagi, di dasar laut, Anda mendapatkan mutiara, bahkan di bawah dasar laut, Anda gali, Anda bisa mendapatkan minyak bawah laut. Demikian pula kekayaan intelektual, semakin intelektual manusia digali, semakin berharga hal yang bisa didapat.

Namun sayangnya, penggalian terhadap kekayaan intelektual ini, apabila tidak diseimbangkan dengan consciousness akan pentingnya HAKI di kalangan masyarakat, maka penggalian kekayaan intelektual tidak akan berarti apa-apa, apalagi untuk menggembleng masyarakat ke arah pembangunan HKI.


Critical Consciousness akan pentingnya HKI

Consciousness (noun) : a state of being aware[1]. Kesadaran adalah keberadaan yang membuat menjadi waspada. Freire menggolongkan kesadaran manusia menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu: kesadaran magis (magical consciousness), kesadaran naïf (naifal consciousness); dan kesadaran kritis (critical consciousness)[2].

Menurut saya, pembangunan HKI bermula dari consciousness akan pentingnya HAKI. Kesadaran ini termasuk dalam jenis kesadaran yang ketiga yaitu kesadaran kritis (critical consciuousness). Kesadaran Kritis (Critical Consciousness) mulai muncul ketika ada evolusi dari adanya pembudayaan akan HKI. Pembudayaan HKI dimulai dari upaya untuk membuat masyarakat mengerti tentang HKI dan segala ciri khasnya: HKI itu ada, apa saja yang termasuk dalamnya, apa manfaatnya, bagaimana perlindungan hukumnya, bagaimana sanksi atas kejahatan di bidang HKI. Pembudayaan HKI dan segala ciri khasnya termasuk penegakan hukum yang lugas terhadap kejahatan di bidang HKI akan membuat masyarakat menjadi waspada, takut menyalahi hukum yang melindungi HKI sehingga menghargai hasil olah pikir yang menjadi hasil kekayaan intelektual dari seseorang yang telah didaftarkan. Pembudayaan HKI tersebut akan membentuk HKI minded.

HKI Minded

Minded  (adj.) : concerned with a specific thing[3]. Minded adalah memperhatikan sesuatu hal dengan seksama. Pembudayaan HKI seperti yang dijelaskan di atas menggembleng masyarakat untuk memperhatikan HKI dan segala ciri khasnya dengan seksama. Di sinilah proses pembangunan HKI. Saya meyakini bahwa pembangunan HKI adalah proses pemordenisasian masyarakat.

Menurut teori modernisasi,
“modernisasi tidak sekedar merupakan “industri yang sedang tumbuh”, tetapi telah menjadi sebuah aliran pemikiran (a school of thought)[4].”

Saya menyimpulkan bahwa, modernisasi sejatinya adalah dimulai dari pikiran. Memodernisasikan masyarakat dalam kaitannya dengan HKI, dimulai dari apakah mereka berpikir tentang HKI? Bagaimana mereka dapat berpikir tentang HKI, kalau mereka tidak pernah mendengar tentang HKI? Bagaimana dapat terjadi pembangunan di bidang HKI, jika masyarakat tak pernah berpikir tentang HKI? Pembangunan di alam nyata, dimulai dari konstruksi di alam ide. Suatu perbuatan muncul karena niat. Pembangunan HKI muncul dari ide atau niat tentang HKI.

Tentang HKI

Perjanjian Internasional tentang Aspek-Aspek Perdagangan dari HKI (the TRIPs Agreement), tidak memberikan definisi, tetapi Pasal 1.2 menyatakan bahwa HKI terdiri dari:
1.        Hak Cipta dan Hak Terkait;
2.        Merek Dagang;
3.        Indikasi Geografis;
4.        Paten;
5.        Tata Letak (topografi) Sirkuit Terpadu
6.        Perlindungan Informasi Rahasia;
7.        Kontrol terhadap Praktek Persaingan Usaha tidak sehat dalam Perjanjian Lisensi.

Jadi HKI pada umumnya berhubungan dengan perlindungan penerapan ide dan informasi yang memiliki nilai komersial. HKI adalah kekayaan pribadi yang dapat dimiliki dan diperlakukan sama dengan bentuk-bentuk kekayaan lainnya[5].

Pendekatan Utilitarian dalam HKI

Utilitarianisme adalah aliran yang meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum. Kemanfaatan disini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness). Jadi, baik buruk atau adil tidaknya suatu hukum, bergantung kepada apakah  bermanfaat tidaknya suatu  hukum, bergantung kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak. Kebahagiaan ini selayaknya dapat dirasakan oleh setiap individu. Tetapi jika tidak mungkin tercapai (dan pasti tidak mungkin), diupayakan agar kebahagiaan itu dinikmati oleh sebanyak mungkin individu dalam masyarakat (bangsa) tersebut (the greatest happiness for the greatest number of people)[6].

Kemanfaatan merupakan penyebab sesuatu digunakan oleh seseorang. Semakin sesuatu tersebut bermanfaat, semakin tinggi nilai sesuatu tersebut bagi seseorang. Semakin sesuatu tersebut memberi manfaat kepada semakin banyak orang, maka sesuatu tersebut akan dinilai berharga. Dalam lingkup yang lebih besar, kemanfaatan HKI dinilai oleh masyarakat. Semakin HKI bermanfaat bagi semakin banyak orang, maka semakin besar pula nilai HKI di mata masyarakat. Seperti halnya Hak Cipta,

“pendekatan utilitarian  membela undang-undang hak cipta sebagai suatu sistem insentif bagi pencipta untuk menciptakan karya-karya ciptanya, dan dengan demikian meningkatkan kesejahteraan masyarakat.”[7]

Dari tulisan tersebut saya menyimpulkan bahwa agar HKI semakin berharga maka diperlukan suatu perlindungan hukum terhadap HKI tersebut. Perlindungan hukum ini yang membuat HKI mempunyai ‘taring’ dalam perannya di masyarakat.

Perlindungan Hukum atas HKI

Menurut Economic Growth Stimulus Theory  diakui bahwa:

“perlindungan atas HKI merupakan alat pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi adalah keseluruhan tujuan dibangunannya sistem perlindungan atau HKI yang efektif[8].

Demi menjamin kemanfaatan atas HKI maka harus ada perlindungan hukum terhadap HKI tersebut. Misalnya, dalam hal pemalsuan merek terkenal. Merek terkenal seringkali dipalsukan oleh pihak tertentu agar mereka mendapatkan keuntungan atas merek terkenal yang dipalsukan tersebut. Namun di sisi lain, pemalsuan merek merugikan masyarakat pengguna barang bermerek terkenal tersebut (konsumen). Para konsumen yang mengharapkan kualitas yang bagus dari suatu barang bermerek terkenal, tidak menerima apa yang mereka harapkan ketika mereka menjadi membeli barang dengan merek yang dipalsukan. Padahal mereka telah membayar sejumlah uang untuk barang dengan kualitas yang bagus. Harapan mereka barang itu asli.

“Salah satu alasan pentingnya meneliti tentang perlindungan hukum terhadap merek terkenal adalah nilai ekonomis merek terkenal tersebut. Nilai ekonomis inilah yang menjadi faktor pendorong seringnya merek terkenal dipalsukan dan dalam hal ini pada gilirannya merugikan kepentingan konsumen…”[9]

Misalnya, salah satu contoh kasus konkret yang terjadi di Indonesia yaitu merek Giordano. Merek ini didaftarkan di Hongkong oleh Giordano. Merek ini didaftarkan di Hongkong oleh Giordano Ltd. (selaku pihak pemilik merek). Karena memiliki pangsa pasar yang luas di banyak Negara, merek Giordano kemudian memperoleh predikat sebagai merek terkenal. Dalam perkembangannya, ada seorang warga Negara Indonesia, Woe Budi Hermanto, yang mendaftarkan merek Giordano kepada Direktorat Merek Indonesia. Pemilik merek Giordano (yaitu Giordano Ltd.) yang belum mendapftarkan mereknya ke Direktorat Merek Indonesia, kemudian mengajukan gugatan pembatalan terhadap merek Giordano yang didaftarkan oleh Woe Budi Hermanto tersebut[10].

Dari contoh tersebut di atas, merek sebagai salah satu kekayaan intelektual, yang telah dipalsukan tersebut mengurangi kemanfaatan yang diterima oleh masyarakat pengguna barang bermerek tersebut. Oleh karena itu, perlindungan hukum terhadap HKI sangatlah penting. Penting untuk menjadikan HKI lebih bermanfaat terhadap masyarakat dan pada akhirnya penting dalam rangka proses pembangunan di bidang HKI.


***


REFERENSI

Atmaja, Hendra Tanu. Hak Cipta Musik atau Lagu. 2003. Jakarta: UI Press
Darmodiharjo, Darji, & Sidharta. Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. 2006. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Fakih, Mansour. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. 2002. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kurnia, Titon Slamet. Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal di Indonesia Pasca Perjanjian TRIPS. 2011. Penerbit Alumni: Bandung
Lindsey, Tim. Hak Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar. 2006. Bandung: Penerbit Alumni
Sudaryat, et al. Hak Kekayaan Intelektual : Memahami Prinsip Dasar, Cakupan, dan Undang-Undang yang Berlaku.  2010. Bandung: Oase Media

http://www.merriam-webster.com


[1] http://www.merriam-webster.com diakses tanggal 26 Juli 2011
[2] Pertama, kesadaran magis (magical consciousness), yakni suatu keadaan kesadaran, suatu teori perubahan sosial yang tidak mampu mengetahui hubungan atau kaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Suatu teori sosial bisa dikategorikan dalam model pertama ini jika teori yang dimaksud tidak memberikan kemampuan analisis, kaitan antara sistem dan struktur terhadap satu permasalahan masyarakat. Masyarakat menerima ‘kebenaran’ dari teoritisi sosial tanpa ada mekanisme untuk memahami ‘makna’ setiap konsepsi atas kehidupan masyarakat.
Yang kedua adalah apa yang disebutnya kesadaran naïf (naival consciuousness). Keadaan yang dikategorikan dalam kesadaran ini dalam kesadaran ini adalah lebih melihat aspek manusia sebagai akar penyebabnya. Dalam kesadaran ini ‘masalah etika, kreativitas, ‘need for achievement’ dianggap sebagai penentu dalam perubahan sosial.
Kesadaran ketiga, adalah yang disebut sebagai kesadaran kritis (critical consciousness). Kesadaran ini lebih melihat aspek sistem dan struktur sebagai akar penyebabnya. Pendekatan struktural menghindari “blaming of victims” dan lebih menganalisis secara kritis struktur dan sistem sosial, politik, ekonomi, dan budaya dan bagaimana kaitan tersebut berakibat pada keadaan masyarakat. Lihat: Mansour Fakih, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, 2002, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 31-33
[3] http://www.merriam-webster.com, diakses tanggal 16 Juli 2011
[4] Mansour Fakih, Op.Cit., hal. 54
[5] Prof. Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar, 2006, Bandung: Penerbit Alumni, hal.3
[6] Darji Darmodiharjo, Sidharta. Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal. 117
[7] Hendra Tanu Atmaja, Hak Cipta Musik atau Lagu, 2003, Jakarta: UI Press, hal.21
[8] Sudaryat, et al. Hak Kekayaan Intelektual : Memahami Prinsip Dasar, Cakupan, dan Undang-Undang yang Berlaku.  2010, Bandung: Oase Media, hal. 20
[9] Titon Slamet Kurnia, Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal di Indonesia Pasca Perjanjian TRIPS, 2011, Penerbit Alumni: Bandung, hal. 4
[10] Ibid., hal. 5

Only Hope

Terinspirasi dari OST. Walk to Remember (Mandy Moore)

There's a song that's inside of my soul...
It's the one that I've tried to write over and over again...
I'm awake in the infinite cold...
But You sing to me over and over and over again...

So, I lay my head back down....
And I lift my hands and pray...
To be only Yours, I pray, to be only Yours
I know now You're My Only Hope....

Sing to me the song of the stars...
Of your galaxy dancing and laughing and laughing again...
When it feels like my dreams are so far...
Sing to me of the plans that You have for me over again...

So I lay my head back down...
And I lift my hands and pray...
To be only Yours, I pray, to be only Yours
I know now, You're My Only Hope...

I give You my destiny....
I'm giving You all of me...
I want Your symphony, singing in all that I am....
At the top of my lungs, I'm giving it back...

So I lay my head back down...
And I lift my hands and pray
To be only Yours, I pray, to be only Yours
I pray, to be only Yours
I know now You're My Only Hope....


What is Your plan? Actually I don't know, but I just can hope....
"Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya"  ~ Ibrani 6:19-20

Hope: The anchor of the soul, firm and secure
You are My Only Hope, Jesus....