Senin, 22 Agustus 2011

PEMBANGUNAN HKI: BERMULA DARI “CRITICAL CONSCIOUSNESS AKAN PENTINGNYA HKI” BEREVOLUSI MENJADI “HKI MINDED”


Pembangunan HKI sebenarnya adalah proses evolusi, merupakan perubahan yang perlahan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Perubahan tersebut bermula dari consciousness  (kesadaran) akan pentingnya HKI dalam kehidupan masyarakat. Permulaan ini merupakan titik balik, dari konsepsi awal bahwa hasil pemikiran hanyalah suatu hasil dari proses berpikir yang tidak bernilai, menjadi konsepsi bahwa hasil pemikiran merupakan suatu kekayaan intelektual yang mempunyai nilai, baik nilai materil maupun imateril. Kekayaan intelektual serupa lautan yang semakin diselami, semakin bernilai yang Anda dapat. Di tahap sekian di bawah permukaan laut, Anda mendapatkan ikan, lebih dalam lagi, di dasar laut, Anda mendapatkan mutiara, bahkan di bawah dasar laut, Anda gali, Anda bisa mendapatkan minyak bawah laut. Demikian pula kekayaan intelektual, semakin intelektual manusia digali, semakin berharga hal yang bisa didapat.

Namun sayangnya, penggalian terhadap kekayaan intelektual ini, apabila tidak diseimbangkan dengan consciousness akan pentingnya HAKI di kalangan masyarakat, maka penggalian kekayaan intelektual tidak akan berarti apa-apa, apalagi untuk menggembleng masyarakat ke arah pembangunan HKI.


Critical Consciousness akan pentingnya HKI

Consciousness (noun) : a state of being aware[1]. Kesadaran adalah keberadaan yang membuat menjadi waspada. Freire menggolongkan kesadaran manusia menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu: kesadaran magis (magical consciousness), kesadaran naïf (naifal consciousness); dan kesadaran kritis (critical consciousness)[2].

Menurut saya, pembangunan HKI bermula dari consciousness akan pentingnya HAKI. Kesadaran ini termasuk dalam jenis kesadaran yang ketiga yaitu kesadaran kritis (critical consciuousness). Kesadaran Kritis (Critical Consciousness) mulai muncul ketika ada evolusi dari adanya pembudayaan akan HKI. Pembudayaan HKI dimulai dari upaya untuk membuat masyarakat mengerti tentang HKI dan segala ciri khasnya: HKI itu ada, apa saja yang termasuk dalamnya, apa manfaatnya, bagaimana perlindungan hukumnya, bagaimana sanksi atas kejahatan di bidang HKI. Pembudayaan HKI dan segala ciri khasnya termasuk penegakan hukum yang lugas terhadap kejahatan di bidang HKI akan membuat masyarakat menjadi waspada, takut menyalahi hukum yang melindungi HKI sehingga menghargai hasil olah pikir yang menjadi hasil kekayaan intelektual dari seseorang yang telah didaftarkan. Pembudayaan HKI tersebut akan membentuk HKI minded.

HKI Minded

Minded  (adj.) : concerned with a specific thing[3]. Minded adalah memperhatikan sesuatu hal dengan seksama. Pembudayaan HKI seperti yang dijelaskan di atas menggembleng masyarakat untuk memperhatikan HKI dan segala ciri khasnya dengan seksama. Di sinilah proses pembangunan HKI. Saya meyakini bahwa pembangunan HKI adalah proses pemordenisasian masyarakat.

Menurut teori modernisasi,
“modernisasi tidak sekedar merupakan “industri yang sedang tumbuh”, tetapi telah menjadi sebuah aliran pemikiran (a school of thought)[4].”

Saya menyimpulkan bahwa, modernisasi sejatinya adalah dimulai dari pikiran. Memodernisasikan masyarakat dalam kaitannya dengan HKI, dimulai dari apakah mereka berpikir tentang HKI? Bagaimana mereka dapat berpikir tentang HKI, kalau mereka tidak pernah mendengar tentang HKI? Bagaimana dapat terjadi pembangunan di bidang HKI, jika masyarakat tak pernah berpikir tentang HKI? Pembangunan di alam nyata, dimulai dari konstruksi di alam ide. Suatu perbuatan muncul karena niat. Pembangunan HKI muncul dari ide atau niat tentang HKI.

Tentang HKI

Perjanjian Internasional tentang Aspek-Aspek Perdagangan dari HKI (the TRIPs Agreement), tidak memberikan definisi, tetapi Pasal 1.2 menyatakan bahwa HKI terdiri dari:
1.        Hak Cipta dan Hak Terkait;
2.        Merek Dagang;
3.        Indikasi Geografis;
4.        Paten;
5.        Tata Letak (topografi) Sirkuit Terpadu
6.        Perlindungan Informasi Rahasia;
7.        Kontrol terhadap Praktek Persaingan Usaha tidak sehat dalam Perjanjian Lisensi.

Jadi HKI pada umumnya berhubungan dengan perlindungan penerapan ide dan informasi yang memiliki nilai komersial. HKI adalah kekayaan pribadi yang dapat dimiliki dan diperlakukan sama dengan bentuk-bentuk kekayaan lainnya[5].

Pendekatan Utilitarian dalam HKI

Utilitarianisme adalah aliran yang meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum. Kemanfaatan disini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness). Jadi, baik buruk atau adil tidaknya suatu hukum, bergantung kepada apakah  bermanfaat tidaknya suatu  hukum, bergantung kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak. Kebahagiaan ini selayaknya dapat dirasakan oleh setiap individu. Tetapi jika tidak mungkin tercapai (dan pasti tidak mungkin), diupayakan agar kebahagiaan itu dinikmati oleh sebanyak mungkin individu dalam masyarakat (bangsa) tersebut (the greatest happiness for the greatest number of people)[6].

Kemanfaatan merupakan penyebab sesuatu digunakan oleh seseorang. Semakin sesuatu tersebut bermanfaat, semakin tinggi nilai sesuatu tersebut bagi seseorang. Semakin sesuatu tersebut memberi manfaat kepada semakin banyak orang, maka sesuatu tersebut akan dinilai berharga. Dalam lingkup yang lebih besar, kemanfaatan HKI dinilai oleh masyarakat. Semakin HKI bermanfaat bagi semakin banyak orang, maka semakin besar pula nilai HKI di mata masyarakat. Seperti halnya Hak Cipta,

“pendekatan utilitarian  membela undang-undang hak cipta sebagai suatu sistem insentif bagi pencipta untuk menciptakan karya-karya ciptanya, dan dengan demikian meningkatkan kesejahteraan masyarakat.”[7]

Dari tulisan tersebut saya menyimpulkan bahwa agar HKI semakin berharga maka diperlukan suatu perlindungan hukum terhadap HKI tersebut. Perlindungan hukum ini yang membuat HKI mempunyai ‘taring’ dalam perannya di masyarakat.

Perlindungan Hukum atas HKI

Menurut Economic Growth Stimulus Theory  diakui bahwa:

“perlindungan atas HKI merupakan alat pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi adalah keseluruhan tujuan dibangunannya sistem perlindungan atau HKI yang efektif[8].

Demi menjamin kemanfaatan atas HKI maka harus ada perlindungan hukum terhadap HKI tersebut. Misalnya, dalam hal pemalsuan merek terkenal. Merek terkenal seringkali dipalsukan oleh pihak tertentu agar mereka mendapatkan keuntungan atas merek terkenal yang dipalsukan tersebut. Namun di sisi lain, pemalsuan merek merugikan masyarakat pengguna barang bermerek terkenal tersebut (konsumen). Para konsumen yang mengharapkan kualitas yang bagus dari suatu barang bermerek terkenal, tidak menerima apa yang mereka harapkan ketika mereka menjadi membeli barang dengan merek yang dipalsukan. Padahal mereka telah membayar sejumlah uang untuk barang dengan kualitas yang bagus. Harapan mereka barang itu asli.

“Salah satu alasan pentingnya meneliti tentang perlindungan hukum terhadap merek terkenal adalah nilai ekonomis merek terkenal tersebut. Nilai ekonomis inilah yang menjadi faktor pendorong seringnya merek terkenal dipalsukan dan dalam hal ini pada gilirannya merugikan kepentingan konsumen…”[9]

Misalnya, salah satu contoh kasus konkret yang terjadi di Indonesia yaitu merek Giordano. Merek ini didaftarkan di Hongkong oleh Giordano. Merek ini didaftarkan di Hongkong oleh Giordano Ltd. (selaku pihak pemilik merek). Karena memiliki pangsa pasar yang luas di banyak Negara, merek Giordano kemudian memperoleh predikat sebagai merek terkenal. Dalam perkembangannya, ada seorang warga Negara Indonesia, Woe Budi Hermanto, yang mendaftarkan merek Giordano kepada Direktorat Merek Indonesia. Pemilik merek Giordano (yaitu Giordano Ltd.) yang belum mendapftarkan mereknya ke Direktorat Merek Indonesia, kemudian mengajukan gugatan pembatalan terhadap merek Giordano yang didaftarkan oleh Woe Budi Hermanto tersebut[10].

Dari contoh tersebut di atas, merek sebagai salah satu kekayaan intelektual, yang telah dipalsukan tersebut mengurangi kemanfaatan yang diterima oleh masyarakat pengguna barang bermerek tersebut. Oleh karena itu, perlindungan hukum terhadap HKI sangatlah penting. Penting untuk menjadikan HKI lebih bermanfaat terhadap masyarakat dan pada akhirnya penting dalam rangka proses pembangunan di bidang HKI.


***


REFERENSI

Atmaja, Hendra Tanu. Hak Cipta Musik atau Lagu. 2003. Jakarta: UI Press
Darmodiharjo, Darji, & Sidharta. Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. 2006. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Fakih, Mansour. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. 2002. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kurnia, Titon Slamet. Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal di Indonesia Pasca Perjanjian TRIPS. 2011. Penerbit Alumni: Bandung
Lindsey, Tim. Hak Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar. 2006. Bandung: Penerbit Alumni
Sudaryat, et al. Hak Kekayaan Intelektual : Memahami Prinsip Dasar, Cakupan, dan Undang-Undang yang Berlaku.  2010. Bandung: Oase Media

http://www.merriam-webster.com


[1] http://www.merriam-webster.com diakses tanggal 26 Juli 2011
[2] Pertama, kesadaran magis (magical consciousness), yakni suatu keadaan kesadaran, suatu teori perubahan sosial yang tidak mampu mengetahui hubungan atau kaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Suatu teori sosial bisa dikategorikan dalam model pertama ini jika teori yang dimaksud tidak memberikan kemampuan analisis, kaitan antara sistem dan struktur terhadap satu permasalahan masyarakat. Masyarakat menerima ‘kebenaran’ dari teoritisi sosial tanpa ada mekanisme untuk memahami ‘makna’ setiap konsepsi atas kehidupan masyarakat.
Yang kedua adalah apa yang disebutnya kesadaran naïf (naival consciuousness). Keadaan yang dikategorikan dalam kesadaran ini dalam kesadaran ini adalah lebih melihat aspek manusia sebagai akar penyebabnya. Dalam kesadaran ini ‘masalah etika, kreativitas, ‘need for achievement’ dianggap sebagai penentu dalam perubahan sosial.
Kesadaran ketiga, adalah yang disebut sebagai kesadaran kritis (critical consciousness). Kesadaran ini lebih melihat aspek sistem dan struktur sebagai akar penyebabnya. Pendekatan struktural menghindari “blaming of victims” dan lebih menganalisis secara kritis struktur dan sistem sosial, politik, ekonomi, dan budaya dan bagaimana kaitan tersebut berakibat pada keadaan masyarakat. Lihat: Mansour Fakih, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, 2002, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 31-33
[3] http://www.merriam-webster.com, diakses tanggal 16 Juli 2011
[4] Mansour Fakih, Op.Cit., hal. 54
[5] Prof. Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar, 2006, Bandung: Penerbit Alumni, hal.3
[6] Darji Darmodiharjo, Sidharta. Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal. 117
[7] Hendra Tanu Atmaja, Hak Cipta Musik atau Lagu, 2003, Jakarta: UI Press, hal.21
[8] Sudaryat, et al. Hak Kekayaan Intelektual : Memahami Prinsip Dasar, Cakupan, dan Undang-Undang yang Berlaku.  2010, Bandung: Oase Media, hal. 20
[9] Titon Slamet Kurnia, Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal di Indonesia Pasca Perjanjian TRIPS, 2011, Penerbit Alumni: Bandung, hal. 4
[10] Ibid., hal. 5

1 komentar:

  1. Gambling, Casino & Games | KSMH
    ‎Casino 부산광역 출장마사지 · ‎Jurisdiction 밀양 출장샵 · ‎New Member · 청주 출장안마 ‎Promotions · 인천광역 출장샵 ‎Games 동해 출장안마 · ‎Payouts · ‎About

    BalasHapus